APA ITU DEKRIT
PRESIDEN 5 JULI 1959 ?
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 adalah sebuah dekrit / surat keputusan yang dikeluarkan
oleh Presiden Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno.
Dekrit / surat keputusan tersebut dikeluarkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 5
Juli 1959, pukul 17.00 WIB, dalam sebuah upacara resmi di Istana Merdeka.
LATAR BELAKANG
& MASA SEBELUM DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD
baru sebagai pengganti UUDS 1950. Undang – Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950, adalah sebuah konstitusi yang
berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus
1950
hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
UUDS
1950 ditetapkan berdasarkan Undang - Undang
No. 7 Tahun 1950, tentang perubahan konstitusi sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang – Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam sidang
pertama babak ke – 3 rapat ke – 71 DPR RIS tanggal 14 Agustus
1950
di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena memang hanya
bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante
hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955
berhasil memilih Konstituante secara demokratis.
Badan
Konstituante adalah lembaga negara Indonesia
yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi
baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 134 UUDS 1950. Badan
Konstituante beranggotakan 550 orang berdasarkan hasil Pemilu 1955.
Pada
saat itu, Indonesia dalam keadaan darurat perang (SOB). SOB diberlakukan sejak
14 Maret 1957. Dikeluarkan atas usul KSAD Mayjen TNI AH. Nasution yang
disetujui Presiden. SOB diberlakukan hanya beberapa jam setelah jatuhnya
kabinet Ali Sastroamidjojo II, kabinet pertama hasil Pemilu 1955. Hasil pemilu
dengan parlemen baru yang mewakili 28 partai dibandingkan 20 partai sebelumnya,
tidak mengakibatkan membaiknya keadaan. Padahal rakyat berharap melalui Pemilu
keadaan negara akan membaik. Saat berlakunya UUD Sementara, Indonesia menganut
sistem demokrasi liberal atau sistem parlementer. Sistem yang mengakibatkan
kabinet jatuh bangun selama belasan kali.
Sementara anggota Konstituante
mulai bersidang pada 10 November 1956 di Bandung. Namun pada kenyataannya,
sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Selama hampir
tiga tahun konstituante gagal mengeluarkan sebuah undang – undang. Bahkan,
Konstituante seolah-olah menjadi ajang perdebatan yang bertele – tele, tanpa
akhir dan juga tanpa hasil.
Sementara itu pemberontakan
di daerah-daerah terjadi. Dimulai dengan diproklamirkannya PRRI di Padang pada
15 Februari 1958. Setelah 10 Pebruari 1958 PRRI mengeluarkan ultimatum meminta
agar kabinet Juanda mengundurkan diri. Kemudian digantikan dengan kabinet Hatta
atau Sultan Hamengkubuwono IX. Berlanjut dengan pemberontakan Permesta di
Sulawesi. Pada waktu bersamaan masih terjadi gangguan keamanan oleh DI/TII di
Jawa Barat dan Ibnu Hajar di Kalimantan. Yang menyebabkan sebagian besar Tanah
Air dalam keadaan tidak aman.
Di
kalangan masyarakat pendapat – pendapat untuk kembali kepada UUD '45
semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno
lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante
pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45.
Begitu antuasiasnya rakyat menyambut amanat ini, hingga terjadi petisi dan demo
– demo yang menyatakan dukungan di seluruh Tanah Air. Selama lebih dari tiga
bulan terjadi berbagai demo
besar-besaran menuntut kembali ke UUD '45.
Jauh sebelum
mengeluarkan amanat tersebut, sebenarnya Presiden Soekarno sering mengeluarkan
pernyataan untuk kembali ke UUD '45, yang menurutnya sejak 1950 telah kita
khianati. “Berilah bangsa kita satu demokrasi yang tidak jegal – jegalan. Sebab
demokrasi yang membiarkan seribu macam tujuan bagi golongan atau perorangan
akan menenggelamkan kepentingan nasional dalam arus malapeta.” ujar Presiden
Soekarno yang menyatakan ketidak senangannya terhadap demokrasi liberal, yang dikemukakan
dalam pidato 17 Agustus 1957, yang ia namakan “Tahun Penentuan” (A Year of
Decision). Setahun kemudian (1958) kritiknya makin pedas terhadap demokrasi
liberal berdasarkan UUDS, yang dinilai sebagai demokrasi dengan politik
rongrong merongrong, rebut merebut, jegal menjegal dan fitnah memfitnah. Ia
menamakan pidatonya itu sebagai “Tahun Tantangan” (A Year of Challenge).
Pada
30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya
269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang
menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,
karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota
yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh
jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan.
Pemungutan
suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara
ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Pada
tanggal 3 Juni 1959 Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang
parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang disebabkan karena adanya
larangan kegiatan politik, yang tertuang dalam peraturan Nomor PRT/PEPERLU/040/1959,
yang
ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Seperti
diketahui, pada era 1950 - 1959 adalah era Presiden Soekarno memerintah menggunakan
konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini
berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Pada masa ini,
terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak
stabil. Tercatat ada tujuh kabinet pada masa ini. yakni 1950-1951 (Kabinet
Natsir). 1951-1952 (Kabinet Sukiman-Suwirjo). 1952-1953 (Kabinet Wilopo),
1953-1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo I). 1955-1956 (Kabinet Burhanuddin
Harahap). 1956-1957 (Kabinet Ali Sastroamidjojo II). 1957-1959 (Kabinet
Djuanda).
MASA PENETAPAN
DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 & SETELAHNYA
Dengan
tujuan untuk menciptakan ketatanegaraan, menjaga persatuan dan keselamatan
negara, nusa dan Bangsa, serta keberlangsungan pembangunan semesta menuju masyarakat
adil dan makmur, akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00 WIB, dalam
sebuah upacara resmi di Istana Merdeka, Ir. Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit
/ surat keputasan Presiden yang dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 ini, mendapat dukungan dari lapisan masyarakat Indonesia.
KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) memerintahkan kepada segenap personil TNI
untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung juga
membenarkan dekrit tersebut. DPR dalam sidangnya tertanggal 22 Juli 1959 secara
aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman pada UUD
1945.
Dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, mendapat sambutan positif dari seluruh lapisan
masyarakat yang sudah jenuh melihat ketidakpastian nasinal yang mengakibatkan
tertundannya upaya pembangunan nasional. Dukungan spontan tersebut, menunjukkan
bahwa rakyat telah lama mendambakan stabilitas politik dan ekonomi. Semenjak
pemerintah Republik Indonesia menetapkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia
memasuki babak sejarah baru, yakni berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka
Demokrasi terpimpin.
Menurut
UUD 1945, Demokrasi terpimpin mengandung pengertian kedaulatan rakyat
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Yang dimaksud permusyawaratan / perwakilan adalah MPR sebagai pemegang
kedaulatan. Dengan demikian harus dimaknai bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat
dan tehnisnya sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR.
Setelah dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, pada tanggal 10 Juli 1959 kabinet Djuanda resmi dibubarkan.
Selanjutnya, dibentuk kabinet baru yang perdana menterinya adalah presiden.
Kabinet ini mempunyai tiga tugas pokok yaitu program sandang, pangan, keamanan
dan penyelesaian Irian Barat.
Dalam perkembangan
selanjutnya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditindak lanjuti dengan penataan
bidang politik, sosial - ekonomi dan pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya,
pada tanggal 20 Agustus 1959, Presiden Soekarno menyampaikan surat No.
2262/HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan kepada kewenangan presiden untuk
memberlakukan peraturan negara baru. Atas dasar peraturan tersebut, Presiden Soekarno
kemudian membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS, DPR-GR, Kabinet
kerja dan Front nasional.
Setelah kembali ke UUD
1945, pidato 17 Agustus 1959 dinamakan: “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (The
Rediscovery Our Revolution). Yang dikukuhkan MPRS jadi Manipol.
ISI DEKRIT
PRESIDEN 5 JULI 1959
Adapun
Isi dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, antara lain:
1. Pembubaran
Konstituante
2. Pemberlakuan
kembali UUD '45
dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan
MPRS
dan DPAS dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya
#Sumber : ID Wikipedia