Welcome!!

Jumat, 08 Juni 2012

DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

APA ITU DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 ?

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sebuah dekrit / surat keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno. Dekrit / surat keputusan tersebut dikeluarkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00 WIB, dalam sebuah upacara resmi di Istana Merdeka.

LATAR BELAKANG & MASA SEBELUM DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Undang – Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950, adalah sebuah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang - Undang No. 7 Tahun 1950, tentang perubahan konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang – Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam sidang pertama babak ke – 3 rapat ke – 71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena memang hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis.
Badan Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 134 UUDS 1950. Badan Konstituante beranggotakan 550 orang berdasarkan hasil Pemilu 1955.
Pada saat itu, Indonesia dalam keadaan darurat perang (SOB). SOB diberlakukan sejak 14 Maret 1957. Dikeluarkan atas usul KSAD Mayjen TNI AH. Nasution yang disetujui Presiden. SOB diberlakukan hanya beberapa jam setelah jatuhnya kabinet Ali Sastroamidjojo II, kabinet pertama hasil Pemilu 1955. Hasil pemilu dengan parlemen baru yang mewakili 28 partai dibandingkan 20 partai sebelumnya, tidak mengakibatkan membaiknya keadaan. Padahal rakyat berharap melalui Pemilu keadaan negara akan membaik. Saat berlakunya UUD Sementara, Indonesia menganut sistem demokrasi liberal atau sistem parlementer. Sistem yang mengakibatkan kabinet jatuh bangun selama belasan kali.
Sementara anggota Konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956 di Bandung. Namun pada kenyataannya, sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Selama hampir tiga tahun konstituante gagal mengeluarkan sebuah undang – undang. Bahkan, Konstituante seolah-olah menjadi ajang perdebatan yang bertele – tele, tanpa akhir dan juga tanpa hasil.
Sementara itu pemberontakan di daerah-daerah terjadi. Dimulai dengan diproklamirkannya PRRI di Padang pada 15 Februari 1958. Setelah 10 Pebruari 1958 PRRI mengeluarkan ultimatum meminta agar kabinet Juanda mengundurkan diri. Kemudian digantikan dengan kabinet Hatta atau Sultan Hamengkubuwono IX. Berlanjut dengan pemberontakan Permesta di Sulawesi. Pada waktu bersamaan masih terjadi gangguan keamanan oleh DI/TII di Jawa Barat dan Ibnu Hajar di Kalimantan. Yang menyebabkan sebagian besar Tanah Air dalam keadaan tidak aman.
Di kalangan masyarakat pendapat – pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Begitu antuasiasnya rakyat menyambut amanat ini, hingga terjadi petisi dan demo – demo yang menyatakan dukungan di seluruh Tanah Air. Selama lebih dari tiga bulan terjadi berbagai demo
besar-besaran menuntut kembali ke UUD '45.
Jauh sebelum mengeluarkan amanat tersebut, sebenarnya Presiden Soekarno sering mengeluarkan pernyataan untuk kembali ke UUD '45, yang menurutnya sejak 1950 telah kita khianati. “Berilah bangsa kita satu demokrasi yang tidak jegal – jegalan. Sebab demokrasi yang membiarkan seribu macam tujuan bagi golongan atau perorangan akan menenggelamkan kepentingan nasional dalam arus malapeta.” ujar Presiden Soekarno yang menyatakan ketidak senangannya terhadap demokrasi liberal, yang dikemukakan dalam pidato 17 Agustus 1957, yang ia namakan “Tahun Penentuan” (A Year of Decision). Setahun kemudian (1958) kritiknya makin pedas terhadap demokrasi liberal berdasarkan UUDS, yang dinilai sebagai demokrasi dengan politik rongrong merongrong, rebut merebut, jegal menjegal dan fitnah memfitnah. Ia menamakan pidatonya itu sebagai “Tahun Tantangan” (A Year of Challenge).
Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan.
Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang disebabkan karena adanya larangan kegiatan politik, yang tertuang dalam peraturan Nomor PRT/PEPERLU/040/1959, yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Seperti diketahui, pada era 1950 - 1959 adalah era Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Pada masa ini, terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada tujuh kabinet pada masa ini. yakni 1950-1951 (Kabinet Natsir). 1951-1952 (Kabinet Sukiman-Suwirjo). 1952-1953 (Kabinet Wilopo), 1953-1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo I). 1955-1956 (Kabinet Burhanuddin Harahap). 1956-1957 (Kabinet Ali Sastroamidjojo II). 1957-1959 (Kabinet Djuanda).
         
MASA PENETAPAN DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 & SETELAHNYA

Dengan tujuan untuk menciptakan ketatanegaraan, menjaga persatuan dan keselamatan negara, nusa dan Bangsa, serta keberlangsungan pembangunan semesta menuju masyarakat adil dan makmur, akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00 WIB, dalam sebuah upacara resmi di Istana Merdeka, Ir. Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit / surat keputasan Presiden yang dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini, mendapat dukungan dari lapisan masyarakat Indonesia. KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) memerintahkan kepada segenap personil TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung juga membenarkan dekrit tersebut. DPR dalam sidangnya tertanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman pada UUD 1945.
Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, mendapat sambutan positif dari seluruh lapisan masyarakat yang sudah jenuh melihat ketidakpastian nasinal yang mengakibatkan tertundannya upaya pembangunan nasional. Dukungan spontan tersebut, menunjukkan bahwa rakyat telah lama mendambakan stabilitas politik dan ekonomi. Semenjak pemerintah Republik Indonesia menetapkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia memasuki babak sejarah baru, yakni berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka Demokrasi terpimpin.
Menurut UUD 1945, Demokrasi terpimpin  mengandung pengertian kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Yang dimaksud permusyawaratan / perwakilan adalah MPR sebagai pemegang kedaulatan. Dengan demikian harus dimaknai bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan tehnisnya sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR.
Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pada tanggal 10 Juli 1959 kabinet Djuanda resmi dibubarkan. Selanjutnya, dibentuk kabinet baru yang perdana menterinya adalah presiden. Kabinet ini mempunyai tiga tugas pokok yaitu program sandang, pangan, keamanan dan penyelesaian Irian Barat.
Dalam perkembangan selanjutnya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditindak lanjuti dengan penataan bidang politik, sosial - ekonomi dan pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya, pada tanggal 20 Agustus 1959, Presiden Soekarno menyampaikan surat No. 2262/HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan kepada kewenangan presiden untuk memberlakukan peraturan negara baru. Atas dasar peraturan tersebut, Presiden Soekarno kemudian membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS, DPR-GR, Kabinet kerja dan Front nasional.
Setelah kembali ke UUD 1945, pidato 17 Agustus 1959 dinamakan: “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (The Rediscovery Our Revolution). Yang dikukuhkan MPRS jadi Manipol.

ISI DEKRIT PRESIDEN 5 JULI  1959

Adapun Isi dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, antara lain:
1.     Pembubaran Konstituante
2.     Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3.     Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya


 
#Sumber : ID Wikipedia
                  Alwishahab Wordpress



1 komentar:

  1. suatu dekrit yang memang bisa di nilai sebagai langkah upaya dalam menyelamatkan keutuhan NKRI dan rasa persatuan bangsa indonesia yang berdaulat demi untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi bangsa indonesia serta segenap tumpah darah indonesia

    BalasHapus